Perang di Indonesia – Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini tidak dapat dikatakan mudah dan cepat, ada banyak kejadian yang melatar belakanginya termasuk beberapa pertempuran dahsyat yang melibatkan pihak penjajah dan pejuang pada saat itu. Kami telah merangkum setidaknya ada tiga perang besar yang pernah terjadi di Indonesia, siap untuk membacanya? Mari kita kupas satu per satu mulai dari perang jawa.
Perang di Indonesia mengorbankan banyak pejuang menumpas para penjajah
1. Perang Jawa (1741-1743 M)
Perang ini dilatar belakangi oleh pemberontakan etnis Tionghoa terhadap pemerintah kolonial Belanda karena menindas mereka. Kejadian ini terjadi pada tanggal 7 Oktober 1740 yang menewaskan setidaknya lima puluh orang tentara Belanda di Meester Cornelis yang sekarang menjadi daerah Jatinegara dan Tanah Abang.
Dalam perang ini, pasukan yang terlibat adalah etnis Jawa, etnis Tionghoa dan pihak pemerintah Belanda. Meskipun pada awalnya Mataram terlihat membela Belanda, namun pada kenyataannya mereka memihak pada etnis Tionghoa dan ingin mengalahkan Belanda meskipun pada akhirnya Belandalah yang memenangkan peperangan ini.
Meskipun perang ini hanya berlangsung selama dua tahun, namun setidaknya efek yang diberikan cukup signifikan, karena pada tahun 1742 pimpinan Kesultanan Mataram pada saat itu, Pakubuwono II menyerah kepada pihak Belanda.
Hal ini memaksa ia mengundurkan diri dari jabatannya, namun diangkat kembali oleh Belanda pada tahun 1743. Pakubuwono II dipaksa untuk menandatangani perjanjian Giyanti di Salatiga yang memutuskan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.
2. Perang Diponegoro (1825-1830 M)
Kita berlanjut pada perang terbesar kedua yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu perang Diponegoro. Kamu pasti sudah taukan sosok Pangeran Diponegoro? Kita semua pernah mendengar ceritanya pada saat belajar di bangku sekolah.
Namun siapa sebenarnya sosok Pangeran Diponegoro ini, ada yang tau? Perlu kamu ketahui bahwa Diponegoro ini bukanlah sebuah nama. Melainkan sebuah gelar yang diberikan Keraton Ngayogyakarta. Sebelum Pangeran Diponegoro yang kita kenal menyandang gelar ini, setidaknya ada dua orang yang telah menyandangnya.
Nama lahir dari Pangeran Diponegoro adalah Bendara Raden Mas Mustahar, kemudian berubah menjadi Raden Mas Antawirya yang memiliki nama islam Ngabdul Kamid. Setelah ayahnya naik tahta kemudian Raden Mas Antawirya diwisuda sebagai pangeran dengan nama Bendara Pangeran Harya Dipanegara.
Rumit juga ya jika harus berganti nama seperti Beliau, kita jadi bisa punya beberapa KTP nih. Oke lanjut, perang yang terjadi selama lima tahun ini setidaknya menewaskan delapan ribu pasukan Belanda, tujuh ribu serdadu Jawa dan sekitar dua ratus ribu pasukan Diponegoro yang merupakan milisi dan warga sipil.
Meskipun pada akhirnya pihak Belanda lagi yang memenangkan perang ini, namun mereka menderita kerugian sebesar 25 juta gulden yang nyaris membuat mereka gulung tikar. Karena mereka tidak mau mengalami kebangkrutan maka dari sini dimulailah tanam paksa yang membuat rakyat semakin menderita.
Perang ini berakhir dengan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda pada tahun 1830 di Magelang yang kemudian diansingkan ke Makasar beserta anak, istri dan beberapa orang pengikutnya, ia kemudian meninggal pada tanggal 8 Januari 1855 pada usia 69 tahun di tempat pengasingannya.
3. Pertempuran 10 November 1945
Kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November kan? Yup, hari tersebut merupakan hari yang bersejarah bagi Bangsa Indonesia, karena pada 10 November 1945 merupakan puncak perlawanan besar-besaran oleh arek-arek Surabaya kepada Belanda yang membonceng pihak sekutu yang berniat merebut kembali Indonesia.
Peristiwa ini diawali dengan insiden di hotel Yamato, dimana Belanda mengibarkan bendera merah, putih, biru yang dianggap melecehkan kemerdekaan Indonesia oleh masyarakat, setelah upaya negosiasi tidak berhasil dilakukan, dua orang pemuda melakukan aksi heroik dengan memanjat tiang bendera tersebut dan merobek bagian birunya dan mengibarkan bendera merah putih, kedua pemuda ini adalah Hariyono dan Koesno Wibowo.
Setelah itu terjadilah pertempuran kecil sampai akhirnya salah satu jenderal Inggris, Brigadir Jenderal Mallaby tewas dalam genjatan senjata, sehingga hal ini membuat Inggris marah dan mengirimkan pasukan besar untuk menaklukan Surabaya.
Pihak Inggris menyebarkan pamflet yang berisi ultimatum dan membuat rakyat sangat marah, dari sinilah muncul semboyan “Merdeka atau Mati” muncul dibarengi dengan Sumpah Penjuang Surabaya yang isinya sebagai berikut.
Tetap Merdeka!
Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!
Surabaya, 9 November 1945, jam 18:46
Setelah itu, Inggris menerbitkan ultimatum lagi yang menyatakan bahwa seluruh pimpinan kelompok bersenjata harus melapor dan menyerahkan senjatanya di lokasi yang sudah ditentukan. Hal ini tentusaja dianggap melecehkan bagi para pejuang sampai akhirnya Inggris melancarkan serangan pada tanggal 10 November 1945.
Setidaknya ada enam sampai enam belas ribu pejuang Indonesia tewas dan lebih dari dua ratus ribu orang warga sipil harus mengungsi dari Surabaya. Sedangkan korban dari pasukan Inggris dan India kurang lebih enam ratus sampai dua ribu orang. Karena banyaknya korban maka pada hari tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia sampai saat ini.