Museum Manusia Purba Sangiran – Pernah ngga kamu membayangkan kehidupan pra sejarah yang dilalui nenek moyang kita? Kita bisa membayangkan kehidupan yang cukup liar, tanpa rumah tembok yang melindungi kita dari hujan, panas, dan binatang buas. Dan setidaknya kita harus berburu untuk mendapatkan makanan.
Kehidupan saat itu mungkin akan kita anggap sangat menyusahkan, namun nenek moyang kita berhasil melalui masa sulit itu sampai bisa mewariskan gen nya kepada kita yang masih hidup sampai saat ini. Tahu kah kamu kalau di Indonesia ada satu situs purbakala paling penting di dunia?
Situs tersebut diberi nama Sangiran, tempat lebih dari 60% ras manusia purba di dunia ditemukan dalam satu lokasi. Selain hal ini menjadi bukti betapa kayanya Indonesia, ini juga merupakan situs peniggalan terpenting dalam mempelajari bagaimana evolusi berjalan hingga saat ini.
Beragam Jenis Manusia Purba Di Sangiran
Setidaknya ada empat spesies manusia purba yang ditemukan di Sangiran, yaitu:
- Meganthropus Palaeojavanicus
Fosil manusia purba ini pertama kali ditemukan pada tahun 1936 oleh G.H.R Von Koenigswald, yang merupakan pelopor pengumpulan fosil di situs ini, di lembah bengawan Solo. Manusia purba ini diperkirakan menghuni Sangiran pada satu sampai dua juta tahun yang lalu.
Cara hidup spesies ini masih menggunakan metode berburu meramu, dan hidup secara nomaden, pada saat ia kehabisan buruan di suatu daerah maka ia akan pindah ke daerah lain yang masih menyediakan hewan buruan.
Mereka juga sudah memiliki peralatan dari batu, seperti kapak perimbas yang digunakan untuk memasak dan berburu. Meskipun menyerupai manusia, namun ia lebih mendekati kera secara fisiologis.
- Pithecanthropus Soloensis
Sering juga disebut manusia dari Solo ini diperkirakan hidup di daerah sungai bengawan Solo purba pada zaman Paleolitikum sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu. Dan tahukah kamu, manusia purba ini termasuk dalam kategori Homo, sehingga bisa juga disebut Homo Soloensis karena termasuk manusia purba yang cerdas.
Homo soloensis diduga merupakan hasil evolusi dari Pithecanthropus Mojokertoensis. Dengan volume otak yang sudah mendekati manusia (Homo saphien) Homo Soloensis ini diperkirakan mengawali sistem budaya yang kita kenal sebagai budaya ngandong yang bercirikan dengan penggunaan tulang binatang, duri ikan pari, dan batuan serpih yang disebut flakes.
Bahan-bahan tersebut berhasil mereka olah menjadi beragam perlengkapan seperti kapak, belati, tombak, dan lain-lain. Mereka juga telah mengembangkan citarasa seni yang dibuktikan dengan adanya beberapa flakes yang menggunakan batuan yang indah.
Tidak ada yang tahu persisnya mengapa Homo e. soloensis tidak lagi hidup di bumi. Hanya ada keterangan bahwa populasinya musnah di kala pleistosen. Bagaimanapun, sebagai perbandingan, bolehlah kita menggunakan penelitian bertema serupa untuk kasus Neanderthal. Sebab, antara Homo erectus soloensis dan Homo neanderthalis memiliki kedekatan fisik.
- Pithecanthropus Mojokertensis
Fosil manusia purba ini ditemukan di Mojokerto oleh G.H.R Von Koenigswald pada tahun 1939, fosli manusia purba ini masih berusia sekitar 6 tahun ketika ditemukan dan kerena ada penemuan dengan ciri yang sama di kota yang sama pula, makanya spesies manusia purba ini diberi nama sesuai dengan lokasi penemuannya.
Ciri umum yang ditemui pada Pithecanthropus Mojokertensis ini memiliki tengkorak yang tebal dengan tinggi badan sekitar 165 sampai 180 cm yang berpostur tegap, tidak memiliki dagu dan hidung yang lebar. Manusia purba ini diperkirakan hidup sekitar 2 juta tahun yang lalu sampai 30.000 tahun yang lalu.
- Homo Erectus
Namanya dapat diartikan dengan “manusia yang berdiri dengan tagak”. Fakta unik mengenai manusia purba yang satu ini adalah Fosil homo erectus yang di temukan di Indonesia merupakan 50% dari populasi Homo erectus di dunia. Tidak heran jika situs Sangiran menjadi sedemikian penting bagi penelitian manusia purba di seluruh dunia.
Sepanjang abad ke-20, antropolog berdebat tentang peranan H. erectus dalam rantai evolusi manusia. Pada awal abad tersebut, setelah ditemukannya fosil di Jawa dan Zhoukoudian, Tiongkok, para ilmuwan mempercayai bahwa manusia modern berevolusi di Asia.
Hal ini bertentangan dengan teori Charles Darwin yang mengatakan bahwa manusia modern berasal dari Afrika. Namun demikian, pada tahun 1950-an dan 1970-an, beberapa fosil yang ditemukan di Kenya, Afrika Timur, ternyata menunjukkan bahwa hominin memang berasal dari benua Afrika.
- Homo Floresiensis
Manusia purba ini juga menyandang nama Homo yang mencirikan bahwa mereka memiliki kebiasaan yang hampir mirip dengan Homo Saphien. Jaraknya dengan kita juga tidak terlalu jauh, mereka hidup sekitar 12.000 tahun yang lalu.
Manusia purba ini hidup berkelompok dan sering disebut dengan manusia mini, karena tingginya hanya mencapai satu meter saja dengan tulang rahang yang menonjol, dan tengkorak kepalanya yang kecil yang memiliki volume otak sekitar 380 cc.
Museum manusia purba Sangiran merupakan situs sejarah penting di Indonesia
Jadi sudah cukup jelas ya bagaimana situs Sangiran merupakan bagian yang penting bagi sejarah kehidupan manusia tidak hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Jika kamu sedang mengejar jati diri dan ingin mengetahui siapa diri kamu yang sebenarnya, tidak ada salahnya berkunjung ke museum purbakal Sangiran. Di sana kamu akan menemukan bentuk kehidupan yang menjadi landasan bagi kehidupan kita saat ini, siapa tahu kamu bisa memahami siapa diri kamu sendiri melalui beragam spesies manusia purba yang terdapat di sana.