Pesawat Pertama Indonesia – Beberapa momentum penting yang terjadi pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia salah satunya adalah momen ketika Presiden Soekarno berkunjung ke Tanah Rencong untuk melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pengusaha dan beberapa orang penting di sana.
Misi Penting Bagi Republik
Sebelumnya, Biro Rencana dan Propaganda TNI-AU melalui KSAU Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma memprakarsai pembelian pesawat angkut dan menunjuk OU II Wiweko Supono yang dibantu oleh OMU II Nurtanio Pringgoadisuryo sebagai pelaksana program tersebut.
Setelah menyiapkan sekitar 25 model pesawat angkut Dakota, Kepala Biro Propaganda TNI AU yaitu OMU I J. Salatun mendapat tugas untuk mengikuti Presiden Soekarno ke Sumatra dalam rangka mencari dana.
Kenapa Sumatra menjadi salah satu tujuan utama propaganda dana Dakota ini?
1. Karena lokasinya merupakan daerah perdagangan strategis
Lokasinya yang strategis membuatnya mudah melakukan hubungan dagang dengan luar negri, namun ada daerah lain selain Aceh yang dijadikan sasaran propaganda dana Dakota ini seperti Lampung, Tapanuli, Bukittinggi, Jambi, Bengkulu, dan Pekanbaru.
2. Terdapat sumber alam yang melimpah
Sumber Daya Alam yang melimpah mendorong warga sekitar untuk menjual komoditasnya ke luar negri dengan cara menyelundupkannya, hal ini berhasil menambah devisa negara pada saat itu, meskipun perdagangan normal tidak bisa dilakukan karena Belanda memblokade jalur perdagangan luar negri tersebut.
Tangisan Sang Presiden
Seperti dikutip dalam buku “Kisah Kembalinya Teungku Muhammad Daud Beureueh ke Oangkuan Republik Indonesia” karya M. Nur El Ibrahimy, Presiden Soekarno menyanggupi keinginan rakyat Aceh yang diwakili oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh yang menginginkan agar masyarakat Aceh bisa menjalankan pemerintahan dengan syariat islam.
Namun setelah itu, Sang Presiden diminta untuk menyatakannya secara tertulis untuk ditunjukan kepada seluruh masyarakat Aceh. Saat disodori kertas untuk ditandatangani, Presiden Soekarno malah terisak-isak dan lantas berkata pelan: “Kakak (panggilan akrab Soekarno untuk T. M. Daud Beureueh), kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi presiden kalau tidak dipercaya.”
Presiden Soekarno lalu berkata seraya menyeka air matanya: “Wallah, Billah, kepada rakyat Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan syariat Islam.Dan Wallah, saya akan mempergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar nanti dapat melaksanakan syariat Islam di daerahnya.”
Mendengar janji tersebut, masyarakat Aceh yang diwakili oleh beberapa tokoh itu menjadi semakin percaya dan akhirnya mempersilahkan Soekarno untuk menyebutkan kebutuhan urgen dari pemerintah yang tidak lain adalah pembelian pesawat Dakota tersebut.
Pesawat Pertama Indonesia Dakota RI 001 Seulawah
Setelah melakukan pidato yang menggugah masyarakat Aceh pada tanggal 16 Juni 1948 di Hotel Atjeh. Presiden Soekarno mulai menggalakan dana untuk membeli pesawat tersebut. Dalam bahasa Aceh, Seulawah dapat diartikan sebagai gunung emas, hal ini untuk menghormati masyarakat Aceh yang telah membantu pemerintah dan menyumbangkan harta bendanya.
Atas bantuan dari beberapa tokoh masyarakat Aceh dan ketua Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh yaitu Djuned Joesoef berhasil mengumpulkan dana sebesar 130.000 straits dollar (mata uang malaysia 1898-1938) dan 20 kilogram emas.
Dana tersebut kemudian dibelikan dua pesawat Dakota dengan nama RI 001 dan RI 002 Seulawah, meskipun pada saat menerima dana dari penjualan emas yang harusnya mencapai 120 ribu Dollar hanya diserahkan separuhnya saja, dan ini mengindikasikan bahwa kejahatan korupsi memang sudah terjadi sejak zaman dahulu.
Cikal Bakal Perusahaan Penerbangan Nusantara
Kehadiran Dakota RI-001 menjadi pendorong dibukanya jalur penerbangan Jawa-Sumatra dengan rute pertama yaitu Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo. Selain digunakan untuk keperluan pemerintah, pesawat ini juga digunakan untuk keperluan penelitian seperti pemotretan gunung merapi dari udara.
Pada tanggal 6 Desember 1948, pesawat ini bertolak ke kalkuta India untuk melakukan perawatan berkala. Namun saat itu terjadi Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Dakota RI-001 tidak bisa kembali ke Indonesia.
Atas inisiatif dari Wiweko Supono dengan bermodalkan Dakota RI-001 Seulawah inilah mereka mendirikan perusahaan penerbangan niaga pertama dengan nama Indonesian Airways yang berkantor di Birma (Myanmar) pada Januari 1949.
Kebetulan pada saat itu Birma membutuhkan jasa angkutan udara baik untuk kepentingan sipil maupun militer. Namun karena lebih sering beroperasi untuk kepentingan militer di daerah musuh maka Dakota RI-001 sering mengalami kerusakan ringan maupun berat akibat menjadi sasaran tembak kaum pragmatis.
Sampai akhirnya Dakota RI-001 Seulawah berhanti beroperasi pada tahun 1950. Namun usaha ini bisa menghasilkan uang yang sebagian digunakan untuk membiayai kadet yang sedang menempuh pendidikan di Filipina dan India. Bahkan perusahaan ini juga bisa membeli beberapa pesawat Dakota lainnya dengan nomor RI-007 dan menyewa pesawat RI-009.
Setelah adanya pengakuan kedaulatan oleh pihak Belanda, maka Indonesian Airways dilikuidasi dan semua kegiatan di wilayah Burma dihentikan. Seluruh staff yang berasal dari AURI diperintahkan untuk kembali ke Indonesia dan bergabung menjadi anggota organik AURIS.
Menjadi Monumen Bersejarah Pada tanggal 30 Juli 1984, Panglima ABRI pada saat itu, Jenderal L.B. Moerdani meresmikan monumen prasasti Dakota RI-001 Seulawah di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh untuk mengenang sejarah pesawat angkut pertama yang dimiliki Indonesia tersebut