Aturan Omnibus Law – Tahukah kamu, Rancangan Undang-Undang cipta kerja atau yang disebut dengan omnibus law sampai saat ini masih menuai kritik dari kalangan serikat buruh dan mahasiswa, mereka ramai – ramai mengajukan penolakannya. Meskipun ditengah pandemic wabah covid-19, mereka tidak surut mengumumkan aksi penolakannya atas RUU cipta kerja ini.
Penolakan tersebut berdasarkan peraturan-peraturan yang terkandung dalam RUU cipta kerja tidaklah mementingkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya buruh. Adanya dilema antara kepentingan investor dan perbudakan modern yang terkandung di dalamnya. Justru kedua dilema tersebut malah meminggirkan kepentingan masyarakat.
Apa yang terkandung dalam RUU cipta kerja hanya menitik beratkan pada ekosentris atau dalam bidang ekonomi saja, tanpa ada pembahasan yang merujuk pada perlindungan pekerja yang nantinya akan mendapatkan imbas dari peraturan tersebut. Kemudahan ekonomi hanya akan didapat pada pemilik modal atau pengusaha
Aturan-aturan yang Dianggap Merugikan
Dalam pasal 88C draft RUU cipta kerja berbunyi: Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengamanan. Yang artinya peraturan tersebut memungkinkan akan meniadakan upah minimum kabupaten atau kota dan menjadi upah minimum provinsi. Yang mana di ketahui bahwa upah minimum setiap kabupaten berbeda.
Agar kamu lebih paham, contohnya pemprov Jawa Timur menentukan upah minimum dengan jumlah Rp 2,8 juta, padahal sebelumnya Rp.2,6 juta. Dan nilai besaran angka itu terbilang jauh lebih rendah dari UMK di kabupaten atau kota lain yang ada di Jawa Timur, seperti UMK 2020 di Kabupaten Sidoarjo menyentuh besaran nilai Rp 4 juta.
Kemudian omnibus lawakan berdampak kepada nilai atau jumlah pesangon PHK yang diterima oleh pekerja, adanya aturan dari pemerintah untuk pemangkasan besaran pesangon yang wajib dibayarkan terhadap pekerjanya jika PHK. Tapi dalam pelaksanaannya banyak dari perusahaan yang tidak mampu membayarkan jumlah yang telah di tentukan tersebut.
Dalam perubahan aturan ini membuat pekerja outsourcing atau alih daya semakin tidak jelas. Hal tersebut membahayakan banyak buruh yang berstatus buruh lepas harian. Dan semakin banyaknya pekerja yang berstatus outsourcing. Hal tersebut karena perubahan undang-undang, yaitu menghapus pasal 64 dan 65 yang membahas mengenai perlindungan hukum pekerja.
Pembuatan Omnibus Law Terkesan Terburu-buru
Sebenarnya apa yang sedang di rencanakan oleh pemerintah Indonesia untuk rakyatnya tentang draft yang telah di buat dalam omnibus law? Banyak yang menolak terhadap pembuatan RUU yang awalnya bernama Cipta Lapangan Kerja dan kemudian diganti menjadi RUU Cipta Kerja. Bagaimana pendapat kamu sebagai rakyat Indonesia mengenai ini?
Tentunya bagi sebagian orang akan menganggap bahwa ini sangat merugikan rakyatnya. Tapi, ada sebagian juga yang menganggap ini menjadi usaha Negara untuk mengembalikan kondisi ekonomi investasi Indonesia. Tapi, mungkin ada cara yang lebih baik untuk digunakan dalam menangani hal perekonomian Negara dan tidak merugikan rakyat yang di dalamnya ada pekerja dan pengusaha.
Baca Juga: PSBB mulai diberlakukan di Jakarta
Dan dalam keadaan yang sekarang ini mengenai pandemic covid-19 maka semakin minim sekali sosialisasi yang dilakukan pemerintah guna menginformasikan pada rakyat mengenai hal ini. Jika kamu peka dalam keadaan seperti ini, tentunya semakin banyak orang tertentu yang mengambil banyak keuntungan dari hal ini. Sebagai rakyat Indonesia kamu dan semuanya pastikan tetap memantau apa yang diputuskan Pemerintah dalam perencanaan omnibus law ini. Jadi kamu bisa melihat bagaimana kelanjutan dari putusan pemerintah. Apa pun yang di lakukan Negara tentu mempunyai maksud tertentu dan kamu sebagai rakyat harus memahami akan hal tersebut.